Nihilism and Existential Crisis Supernova As Technological and Digital Advancement Byproduct

Abstrak

Teknologi diciptakan untuk membantu manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya, sehingga terjadi peningkatan taraf hidup, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Namun itu semua hanya utopia belaka, nyatanya pesatnya perkembangan yang terjadi pada Teknologi dan Digitalisasi menyimpan bahaya laten bagi manusia, lantas apa bahaya laten tersebut, dimana akarnya, dan bagaimana resolusinya?

Perkembangan Teknologi dan Ledakan Krisis Eksistensialisme (Nihilisme)

Manusia dan Teknologi adalah dua entitas yang tidak terpisahkan antara satu sama lain. Dimana ada manusia disitu pasti ada teknologi. Sejatinya teknologi bukanlah sesuatu yang rumit, juga bukan sesuatu yang istimewa. Teknologi hanya sebatas nilai tambah yang disematkan pada nilai pokok, apapun bentuknya, berapapun harganya, dan intisari daripada teknologi adalah penyematan nilai tambah pada suatu nilai pokok.

Hal lain yang perlu dipahami dengan sudut pandang teknologi itu sendiri adalah: selamanya nilai pokok tidak akan bisa tergantikan oleh letak, posisi, serta fungsinya dengan nilai turunan. Namun saat ini banyak hal yang menjadi pertanyaan, mengapa muncul stereotip bahwa pada masa yang akan datang manusia tidak akan ada gunanya lagi, karena tugas dan fungsi pokok manusia sudah tergantikan sepenuhnya oleh kemajuan teknologi yang ada. Jadi sebenarnya apa tujuan dan fungsi dari keberadaan teknologi, dan apa sebenarnya tujuan dan fungsi serta tugas pokok daripada manusia?

Belakangan ini kita dihadapkan dengan isu bahwa kedepannya perkembangan teknologi akan membuat manusia menjadi tidak berguna, dan tidak berharga dalam bidang skill, serta lain sebagainya, atau dengan kata lain obsolete. Andai diabstraksikan dalam sebuah bentuk konsep nilai, bahwa teknologi sebagai perwakilan dari nilai tambah dan manusia adalah perwakilan dari nilai pokok, maka bagaimana bisa nilai tambah justru malah menggusur fungsi nilai pokok. Karena bagaimanapun juga, selamanya nilai pokok tidak akan tergantikan oleh nilai turunan.

Mengapa bisa sampai muncul isu jika perkembangan teknologi kedepannya akan menggantikan peran dan fungsi manusia? Apakah perkembangan teknologi yang terlalu pesat ini buruk bagi manusia? Akan tetapi bukankah teknologi yang berkembang dengan pesat ini justru malah semakin membantu manusia untuk menyerap dan menyelesaikan banyak masalah? Jika begini, seharusnya dampak teknologi tersebut positif. Lantas mengapa muncul stereotip negatif terhadap perkembangan teknologi yang begitu pesat? Atau sebenarnya permasalahan ini muncul akibat dari kegagalan manusia itu sendiri dalam memahami peran, posisi, dan tugas, serta fungsinya?

Kita telah memasuki era baru yaitu industri fase ke 4, dan sebentar lagi akan memasuki fase ke 5. Isu bahwa kemajuan teknologi yang semakin pesat ini kedepannya akan mencabut peran dan fungsi manusia bukanlah fenomena yang baru, hal tersebut merupakan fenomena klasik yang muncul kembali ke permukaan akibat dari adanya ledakan inovasi dalam wilayah industri dan teknologi. Fenomena ini secara umum dikenal dengan istilah krisis eksistensialisme dan dalam lingkup psikologis dikenal dengan istilah nihilisme. Ledakan awal isu tersebut terjadi pada saat revolusi industri tahap 1, yaitu revolusi industri yang dipicu oleh penemuan mesin uap. Inovasi tersebut menimbulkan adanya perselisihan, konflik hingga perpecahan tatanan sosial masyarakat, dan tentunya perang.

Revolusi industri pertama telah memicu butterfly effect yang sangat hebat, diantaranya adalah terjadinya pergerakan sosial yang masif berupa perlawanan dan penggulingan sistem pemerintahan monarki. Bahkan perang dunia I, memang seakan-akan perang tersebut tidak secara kasat mata tidak memiliki hubungan dengan revolusi industri, karena selama ini yang kita ketahui pemicu perang dunia I adalah terbunuhnya Archduke Franz Ferdinand dari Austria, dan sudahkan kita bertanya mengapa Archduke tersebut dibunuh? Oleh siapa? Apa motif pembunuhannya? Dan siapa yang mensponsori pembunuhan tersebut? Serta apa hubungannya dengan kompetisi industri yang terjadi antara Inggris Raya dan Jerman sebelum pecahnya perang dunia I.

Tidak hanya berhenti pada perang dan perpecahan sosial, revolusi industri I telah memicu terjadinya inovasi besar-besaran dalam dunia filsafat dan pemikiran. Revolusi tahap ini juga merupakan momentum kelahiran ideologi sosial baru yang kita kenal dengan ideologi Komunisme, ideologi yang dibangun untuk melawan ideologi Kapitalisme, dan sikap tiran dari kaum monarki yang semakin semena-mena sebagai turunan dari munculnya revolusi industri I. Kendati demikian, sejatinya butterfly effect yang muncul dan timbul akibat dari revolusi industri ini bersumber pada kelalaian manusia dalam memahami dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai manusia. 

Sehingga pada intinya krisis ini muncul akibat dari kegagalan manusia dalam memahami letak, fungsi, dan tugas, serta tanggung jawabnya sebagai manusia. Revolusi industri telah memicu terjadinya distraksi dan distorsi pemikiran manusia, sehingga ledakan inovasi dan kemajuan dalam bidang teknologi yang begitu pesat pada kurun waktu belakangan ini menimbulkan dampak yang merusak dan negatif bagi manusia. Revolusi industri teknologi dan digital yang terjadi begitu masif pada kurun waktu belakangan ini merupakan isyarat penting bagi manusia untuk lebih giat dalam memahami posisi, tugas, dan fungsi, serta perannya. Jika tidak, maka yang terjadi adalah kerusakan dan kehancuran yang tak terelakkan, dan dampak yang ditimbulkan pun pastinya lebih parah daripada bencana yang telah terjadi pada revolusi industri I.

Terkait stereotip bahwa kemajuan pesat yang terjadi dalam teknologi dan digitalisasi pada kurun waktu terakhir ini akan mampu menggeser bahkan menggantikan peranan manusia, sejatinya manusia tidak perlu khawatir tentang stereotip tersebut. Karena melalui abstraksi sederhana dari nilai pokok  sebagai manusia dan nilai tambah (nilai turunan) sebagai teknologi, telah memberi gambaran absolut bahwa peranan dan fungsi manusia tidak akan tergantikan oleh kemajuan teknologi dan digitalisasi. Karena secara fundamen selamanya nilai turunan tidak akan mampu menggantikan peran dan fungsi yang dimiliki oleh nilai pokok.

Elaborasi sederhana ini pun akhirnya meninggalkan pertanyaan lanjutan, dari mana dan dimana materi kunci (posisi, tugas, dan fungsi, serta peran manusia) itu tersimpan? Atau sederhananya, dimana antidote dari wabah krisis eksistensialisme atau nihilisme yang muncul sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan digitalisasi yang terjadi begitu masif ini di simpan?

Author : M. Haris Zuhud
Editor : M. Fakhri Sajidan

Nihilism and Existential Crisis Supernova As Technological and Digital Advancement Byproduct

Teknologi dibuat untuk membantu manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia, sehingga terjadi peningkatan dalam taraf hidup, kesejahteraan, dan kebahagiaan, namun itu semua hanya utopia belaka, nyatanya perkembangan yang pesat yang terjadi pada Teknologi dan Digitalisasi juga menyimpan bahaya laten bagi manusia, lantas apa bahaya laten tersebut, dimana akarnya, dan bagaimana resolusinya?

Read More »

Puzzling

Apa pun yang kita lakukan serumit apa pun itu pada dasarnya tetaplah sederhana dan mudah, layaknya menyusun sebuah puzzle segala permasalahan atau teka-teki yang kita

Read More »

Bounding & Interconnecting

Hal paling sederhana dan mendasar yang dimiliki oleh setiap benda dan elemen yang ada di bumi adalah hubungan dan koneksi, dan meskipun terkesan asing, bila

Read More »

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *